BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Perilaku manusia itu hakekatnya adalah
berorientasi pada tujuan dengan kata lain bahwa perilaku seseorang itu pada
umumnya dirangsang oleh keinginan untuk mencapai beberapa tujuan. Dasar dari
setiap perilaku adalah kegiatan. Sehingga dengan demikian semua perilaku itu
adalah serangkaian aktivitas-aktivitas atau kegiatan-kegiatan.
Motivasi, kadang-kadang istilah ini dipakai
silih berganti dengan istilah-istilah lainnya, seperti misalnya kebutuhan
(need), keinginan (want), atau dorongan (drive). Orang yang satu berbeda dengan
lainnya selain terletak pada kemampuannya untuk bekerja juga tergantung pada
keinginan mereka untuk bekerja atau tergantung pada motivasinya. Adapun
motivasi seseorang ini tergantung pada kekuatan dari motivasi itu sendiri.
Dorongan ini yang menyebabkan mengapa seseorang itu berusaha mencapai
tujuan-tujuan, baik sadar ataupun tidak sadar. Dorongan ini pula yang
menyebabkan seseorang itu berperilaku, yang dapat mengendalikan dan memelihara
kegiatan-kegiatan dan yang menetapkan arah umum yang harus ditempuh oleh
seseorang. Manajer yang berhasil mendorong atau memotivasi karyawannya karena
ia mampu menciptakan suatu lingkungan yang menjamin adanya suatu tujuan yang
tepat bagi pemenuhan kepuasan kebutuhan.
Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai yang
berada di luar diri individu. Kadangkala tujuan diartikan pula sebagai suatu
harapan untuk mendapat suatu penghargaan, suatu arah yang dikehendaki oleh
motivasi. Tujuan ini ujung akhir dari lingkaran motivasi yang mengandung semua
kegiatan untuk mencapainya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah pengertian motivasi?
2.
Apakah teori dari motivasi?
3.
Apa saja motivasi kerja?
4.
Bagaimana meningkatkan motivasi kerja seseorang?
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Untuk mengetahui pengertian atau definisi dari
motivasi.
2.
Untuk mengetahui apa saja teori motivasi.
3.
Untuk mengetahui motivasi kerja.
4.
Untuk mengetahui bagaimana cara meningkatkan
motivasi kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
MOTIVASI
Terdapat
banyak pengertian tentang motivasi. Diantaranya adalah Robert Heller (1998:6)
yang menyatakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk bertindak. Ada pendapat
bahwa motivasi harus diinjeksi dari luar, tetapi sekarang semakin dipahami
bahwa setiap orang termotivasi oleh beberapa kekuatan yang berbeda. Di
pekerjaan kita perlu memengaruhi bawahan untuk menyelaraskan motivasinya dengan
kebutuhan organisasi.
Motivasi
merupakan proses psikologis yang membangkitkan dan mengarahkan perilaku pada
pencapaian tujuan atau goal-directed
behavior (Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, 2001 : 205). Manajer perlu
memahami proses psikologis ini apabila mereka ingin berhasil membina pekerja
menuju pada penyelesaian sasaran organisasi.
Sedangkan
Stephen P. Robbins (2003 : 156) menyatakan motivasi sebagai proses yang
menyebabkan intensitas (intensity),
arah (direction), dan usaha terus-menerus (persistence) individu menuju pencapaian tujuan. Intensitas
menunjukkan seberapa keras seseorang berusaha. Tetapi intensitas tinggi tidak
mungkin mengarah pada hasil kinerja yang baik, kecuali usaha dilakukan dalam
arah yang menguntungkan organisasi. Karenanya harus dipertimbangkan kualitas
usaha maupun intensitasnya. Motivasi merupakan ukuran berapa lama seseorang
dapat menjaga usaha mereka. Individu yang termotivasi akan menjalankan tugas
cukup lama untuk mencapai tujuan mereka.
Sementara
itu, Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (2003 : 190) berpendapat bahwa
motivasi merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arouse), mengarahkan (direct),
dan menjaga (maintain) perilaku
manusia menuju pada pencapaian tujuan. Membangkitkan berkaitan dengan dorongan
atau energi di belakang tindakan. Motivasi juga berkepentingan dengan pilihan
yang dilakukan orang dan arah perilaku mereka. Sedang perilaku menjaga atau
memelihara berapa lama orang akan terus berusaha untuk mencapai tujuan.
Dari
pendapat-pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan
dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan.
Sedangkan elemen yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan,
mengarahkan, menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus-menerus dan adanya
tujuan.
1)
Aspek
dan Pola Motivasi
Aspek motivasi dibedakan antara aspek
aktif atau dinamis dan aspek pasif atau statis. Dalam aspek aktif atau dinamis,
motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan dan mengarahkan
sumber daya manusia agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang
diinginkan.
Dalam aspek pasif atau statis, motivasi
akan tampak sebagai kebutuhan dan juga sekaligus sebagai perangsang untuk dapat
mengarahkan dan menggerakkan potensi sumber daya manusia ke arah tujuan yang
diinginkan.
Keinginan dan kegairahan kerja dapat
ditingkatkan berdasarkan pertimbangan tentang adanya dua aspek motivasi yang
bersifat statis, yaitu :
1. Aspek
motivasi statis yang tampak sebagai keinginan dan kebutuhan pokok manusia yang
menjadi dasar dan harapan yang akan diperolehnya dengan tercapainya tujuan
organisasi.
2. Aspek
motivasi statis yang berupa alat perangsang atau intensif yang diharapkan akan
dapat memenuhi apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan pokok yang
diharapkannya.
Dr. David McClelland
mengemukakan pola motivasi sebagai berikut :
1. Achievement
motivation, adalah suatu keinginan
untuk mengatasi atau mengalahkan suatu tantangan, untuk kemajuan dan
pertumbuhan.
2. Affiliation motivation,
adalah dorongan untuk melakukan hubungan-hubungan dengan orang lain.
3. Competence motivation,
adalah dorongan untuk berprestasi baik dengan melakukan pekerjaan yang bermutu
tinggi.
4. Power motivation,
adalah dorongan untuk dapat mengendalikan suatu keadaan dan adanya
kecenderungan mengambil resiko dalam menghancurkan rintangan-rintangan yang
terjadi.
2)
Tujuan
Pemberian Motivasi
1. Mendorong
gairah dan semangat kerja karyawan.
2. Meningkatkan
moral dan kepuasan kerja karyawan.
3. Menignkatkan
produktivitas kerja karyawan.
4. Mempertahankan
loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.
5. Meningkatkan
kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.
6. Mengefektifkan
pengadaan karyawan.
7. Menciptakan
suasana dan hubungan karyawan yang baik.
8. Meningkatkan
kreativitas dan partisipasi karyawan.
9. Meningkatkan
tingkat kesejahteraan karyawan.
10. Mempertinggi
rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
11. Meningkatkan
efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
12. Dan
lain sebagainya.
3)
Asas-Asas
Motivasi
1. Asas
mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan
kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses
pengambilan keputusan.
2. Asas
komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin
dicapai, cara-cara mengerjakannya, dan kendala-kendala yang dihadapi.
3. Asas
pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat
serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.
4. Asas
wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan diri
pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya ia mampu mengerjakan
tugas-tugas itu dengan baik. Misalnya : ini tugasmu dan saya berharap anda
mampu mengerjakannya.
5. Asas adil dan layak, artinya alat dan jenis
motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas “asas keadilan dan kelayakan”
terhadap semua karyawan. Misalnya permberian hadiah atau hukuman terhadap semua
karyawan harus adil dan layak kalau masalahnya sama.
6. Aspek
perhatian timbal-balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan
baik maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya
kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
4)
Alat-Alat
Motivasi
1. Material
insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa uang dan atau barang yang
mempunyai nilai pasar, jadi memberikan kebutuhan ekonomis. Misalnya kendaraan,
rumah, dan lain-lainnya.
2. Nonmaterial
insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa barang atau benda yang
tidak ternilai : jadi hanya memberikan kepuasan atau kebanggaan rohani saja.
Misalnya medali, piagam, bintang jasa, dan lain-lainnya.
3. Kombinasi
material dan nonmaterial insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa
material (uang dan barang) dan nonmaterial (medali-piagam); jadi memenuhi
kebutuhan ekonomis dan kepuasan atau kebanggaan rohani.
5)
Jenis-Jenis
Motivasi
1. Motivasi
positif (insentif positif) manajer
memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi
baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena
manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.
2. Motivasi
negatif (insentif negatif), manajer
memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya
kurang baik (prestasinya rendah). Dengan motivasi negatif ini semangat kerja
bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat, karena mereka takut dihukum;
tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.
Dalam praktek kedua jenis motivasi di
atas sering digunakan oleh manajer suatu perusahaan. Penggunaanya harus tepat
dan seimbang, supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.
6)
Metode-Metode
Motivasi
1. Metode
langsung (direct motivation), adalah
motivasi (material dan nonmaterial) yang diberikan secara langsung kepada
setiap individu karyawan utnuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi
sifatnya khusus seperti memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam, dan lain
sebagainya.
2. Motivasi
tidak langsung (indirect motivation),
adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang
mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas, sehingga para
karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya : kursi yang
empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan kerja terang dan nyaman, suasana dan
lingkungan pekerjaan yang baik, penempatan karyawan yang tepat dan
lain-lainnya. Motivasi tidak langsung ini besar pengaruhnya untuk merangsang
semangat bekerja karyawan, sehingga produktivitas kerja meningkat.
B.
TEORI
MOTIVASI
Teori
motivasi dikelompokkan atas :
1. Teori
Kepuasan (Content Theory)
2. Teori
Proses (Process Theory)
3. Teori
Pengukuhan (Reinforcement Theory)
1.
Teori
Kepuasan
Teori ini mendasarkan pendekatannya atas
faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan
berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada
faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan
menghentikan perilakunya. Hal yang memotivasi semangat bekerja seseorang adalah
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan material maupun nonmaterial yang
diperolehnya dari hasil pekerjaannya. Jika kebutuhan dan kepuasannya semakin
terpenuhi maka semangat bekerjanya pun akan semakin baik pula.
Jadi pada dasarnya teori ini
mengemukakan bahwa seseorang akan bertindak (bersemangat bekerja) untuk dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan (inner needs)
dan kepuasannya. Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan
maka semakin giat orang itu bekerja. Misalnya mahasiswa X ingin lulus dengan
nilai “A”. Ini mendorongnya lebih giat belajar dibanding dengan mahasiswa Y
yang ingin lulus hanya dengan nilai “C” saja.
Tinggi atau rendahnya tingkat kebutuhan
dan kepuasan yang ingin dicapai seseorang mencerminkan semangat bekerja orang
tersebut.
a.
Hirarki
Kebutuhan Maslow
Maslow menyatakan bahwa, jika semua
kebutuhan seseorang tidak terpuaskan pada suatu waktu tertentu, pemuasan
kebutuhan yang lebih dominan akan lebih mendesak daripada yang lain. Kebutuhan
yang timbul lebih dulu harus dipuaskan sebelum tingkat kebutuhan yang lebih
tinggi muncul. Tingkat kebutuhan tersebut:
1) Kebutuhan jasmani.
Kebutuhan jasmani mendominasi apabila kebutuhan tersebut tidak terpuaskan, dan
tidak ada kebutuhan lain yang menjadi landasan motivasi.
2) Kebutuhan rasa aman.
Kebutuhan rasa aman meliputi perlindungan dari sakit badani, kesehatan dari
penyakit, kehancuran ekonomi, dan hal yang tidak terduga.
3) Kebutuhan sosial.
Kebutuhan ini dikaitkan dengan sifat sosial manusia dan kebutuhan akan
persahabatan.
4) Kebutuhan penghargaan.
Ini adalah kebutuhan baik kesadaran akan kepentingan terhadap orang lain (harga
diri) maupun penghargaan aktual dari orang lain.
5) Kebutuhan aktualisasi diri.
Pemuasan kebutuhan aktualisasi diri cenderung meningkatkan kekuatan kebutuhan
lainnya. Jadi, apabila individu mampu mencapai aktualisasi diri, mereka
cenderung termotivasi oleh peluang yang meningkat untuk memuaskan kebutuhan
tersebut.[1]
b.
Teori
Dua Faktor Herzberg
Beberapa kondisi kerja membentuk tingkat
motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi. Namun, jika kondisi ini tidak ada,
kondisi tersebut tidak membuktikan ketidakpuasan. Herzberg menjelaskan enam faktor motivasi, atau pemuas ini:
1) Pencapaian.
2) Pengakuan.
3) Kemajuan.
4) Pekerjaan
itu sendiri.
5) Kemungkinan
pertumbuhan pribadi.
6) Tanggung
jawab.
2.
Teori Proses
Teori proses ini pada dasarnya berusaha
untuk menjawab pertanyaan, bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan
menghentikan perilaku individu, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan
keinginan manajer. Apabila diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan
proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan
diperolehnya. Jika bekerja baik saat ini maka hasilnya akan diperoleh baik
untuk hari esok. Jadi hasil yang dicapai tercermin dalam bagaimana proses
kegiatan yang dilakukan seseorang. Hasil hari ini merupakan kegiatan hari
kemarin.
Karena “ego” manusia yang selalu menginginkan
hasil yang baik-baik saja maka daya penggerak yang memotivasi semangat kerja
seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan.
Inilah sebabnya teori ini disebut teori harapan (expectancy theory). Jika harapan itu dapat menjadi kenyataan maka
seseorang akan cenderung meningkatkan semangat kerjanya. Tetapi sebaliknya
apabila harapan itu tidak tercapai akibatnya ia akan menjadi malas.
a.
Teori
Keadilan (Equity Theory)
Teori ini mengemukakan bahwa
ketidakadilan yang dirasakan merupakan suatu kekuatan motivasi. Apabila
seseorang percaya bahwa dia telah diperlakukan secara tidak adil dibandingkan
dengan orang lain, dia akan berupaya menghapuskan ketidakadilan tersebut.
Individu dipercayai untuk menilai keadilan dengan rasio input dan output. Input
dalam suatu pekerjaan meliputi pengalaman, upaya, dan kemampuan. Hasil dari
pekerjaan meliputi pembayaran, pengakuan, kenaikan pangkat, dan tunjangan.
b.
Teori
Pengharapan Vroom
Vroom mengemukakan bahwa individu
termotivasi pada pekerjaan untuk membuat pilihan di antara perilaku yang
berbeda –contohnya- tingginya upaya kerja. Seseorang mungkin memilih untuk
bekerja pada suatu tingkat rata-rata atau tingkat yang dipercepat. Pilihan
ditentukan oleh individu tersebut. Jika seseorang percaya bahwa upaya
bekerjanya akan cukup dihargai, akan terdapat upaya yang termotivasi; sebuah
pilihan akan dibuat untuk bekerja sehingga imbalan yang diinginkan akan
diterima. Logika motivasi pengharapan adalah bahwa individu mengarahkan upaya
kerja mereka untuk mencapai kinerja yang menghasilkan imbalan yang diinginkan.
3.
Teori
Pengukuhan
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab
dan akibat dari periaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya promosi tergantung
dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada
tingkat produksi kelompok itu. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan
hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku ini.
Teori pengukuhan ini terdiri dari dua
jenis, yaitu :
1. Pengukuhan
positif (positive reinforcement),
yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengaruh positif ditetapkan
secara bersyarat.
2. Pengukuhan
negatif (negative reinforcement),
yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif
dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan
selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti
oleh suatu stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (punishment) selalu berhubungan dengan
berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat.
Hukuman ada dua jenis,
yaitu
1. Hukuman
dengan penghilangan (removed)
terjadi, apabila suatu pengukuhan positif dihilangkan secara besyarat. Misalnya
: kelambatan seseorang menyebabkan kehilangan sejumlah uang dari upahnya.
2. Hukuman
penerapan (application) terjadi,
apabila suatu pengukuhan negatif diterapkan secara bersyarat. Misalnya :
ditegur oleh atasan karena menjalankan tugas dengan jelek.
Sifat imbalan atau hukuman dan bagaimana
kedua hal itu dilaksanakan sangat memengaruhi perilaku karyawan. Manajer perlu
sekali mengatur waktu secara tepat dalam penggunaan imbalan dan hukuman dalam
organisasi. Pengaturan waktu yang tepat dari perolehan ini dinamakan
penjadwalan pengukuhan (reinforcement
scheduling). Dalam jadwal yang paling sederhana tanggapan itu diberikan
hanya sesudah beberapa kejadian dari suatu tanggapan dan tidak sesudah setiap
tanggapan maka digunakan jadwal pengukuhan malar (terus-menerus) dan
sewaktu-waktu akan menghasilkan prestasi yang sangat berbeda-beda.
Pertama:
selama perkembangan awal dari suatu tanggapan, manajer lebih baik menggunakan
pengukuhan malar (terus-menerus), karena ini akan mempercepat adaptasi
penampilan awal.
Kedua:
jika
manajer berusaha mendukung suatu tanggapan (misalnya prestasi yang baik) maka
jadwal pengukuhan sewaktu-waktu akan lebih efektif.
Contoh: Pengukuhan yang relatif malar
adalah mendapatkan pujian sesudah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap
hari disambut dengan hangat oleh manajer. Pengukuhan sewaktu-waktu adalah
menyiapkan laporan bagi atasan atau mencalonkan diri bagi posisi yang lebih
yang baik.
C.
MOTIVASI KERJA
Setiap
manusia tentu mempunyai dasar alasan, mengapa seseorang bersedia melakukan
jenis kegiatan atau pekerjaan tertentu, mengapa orang yang satu bekerja lebih
giat, sedangkan orang yang satunya lagi atau yang lainnya bekerja biasa saja,
tentulah semuanya ini ada dasar alasan yang mendorong yang menyebabkan
seseorang bersedi bekerja seperti itu. Atau dengan kata lain pasti ada
motivasinya.
Bagi
seorang pimpinan perusahaan di dalam memberikan motivasi kepada bawahannya,
pertama-tama harus mengetahui pengaruh-pengaruh mana yang dapat mendorong
orang-orang yang dipimpinnya agar mau bertindak untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya, atau dengan kata lain seorang pimpinan harus
mengetahui seluk beluk motif, karema hal ini bersangkutan erat dengan tingkah
laku para bawahannya yang harus dibina ke arah tercapainya tujuan organisasi
atau perusahaan.
Motivasi Positif dan Negatif
Pada
garis besarnya motivasi yang diberikan dapat menjadi dua yaitu motivasi positif
dan motivasi negatif. (Heidjrahman R,
1984) Motivasi positif adalah proses untuk mencoba memengaruhi orang lain agar
menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk
mendapatkan hadiah. Sedangkan motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi
seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan, tetapi teknik dasar
yang digunajan adalah lewat kekuatan yang membuat ketakutan.
Setelah
mengkaji semua teori motivasi, persoalannya sekarang adalah apa artinya
keseluruhan hal itu bagi para pimpinan atau manajer. Seperti yang telah
dijelaskan, meskipun motivasi sangat rumit dan bersifat individual sehingga
tidak akan ada jawaban yang paling baik, beberapa teknik motivasi yang menonjol
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Uang
Para manajer umumnya cenderung
meletakkan upah pada tempat yang tinggi pada skala motivator, meskipun para ilmuwan
cenderung meletakannya pada tempat yang rendah. Kemungkinan tidak satupun dari
padangan itu yang benar. Tentang uang sebagai motivator dapat dilihat pada
uraian berikut ini:
a. Uang
tampak lebih penting bagi orang-orang yang berusia muda sedang membina
kehidupan keluarga dibandingkan dengan orang-orang yang telah “mapan” dalam
arti kebutuhan mereka akan uang tidak mendesak. Uang merupakan sarana penting
untuk mencapai standart kehidupan yang minimum, meskipun minimum ini sering
beranjak ke atas pada saat orang-orang menjadi lebih makmur.
Contoh : seseorang yang
suatu ketika merasa puas memiliki rumah kecil dan mobil sederhana boleh jadi
sekarang hanya akan memperoleh kepuasan dengan adanya rumah besar yang
menyenangkan dengan mobil mewah.
b. Dalam
semua jenis usaha pada umumnya, kenyataannya uang digunakan sebagai alat agar
perusahaan tetap memiliki pegawai yang cukuo dan tidak semata-mata sebagai
motivator.
Hal ini dapat dilihat
dalam praktek untuk membuat tingkat upah dan gaji tetap kompetitif di kalangan
perusahaan sehingga dapat menarik dan mempertahankan karyawan atau pegawai.
c. Uang
sebagai motivator cenderung menurun oleh praktek dalam perusahaan yang berusaha
menyamarkan gaji para manajer, dengan kata lain berusaha agar orang-orang yang
berada pada tingkat yang setara memperoleh kompensasi yang sama.
d. Apabila
uang diinginkan berfungsi sebagai motivator yang efektif, maka orang-orang yang
berada dalam berbagai jabatan, meskipun pada tingkat yang sama, harus diberikan
gaji dan bonus yang mencerminkan prestasi mereka secara individual yang mungkin
terikat dalam praktek-praktek pemberian upah dan gaji setara.
Masalanya
dengan kenaikan upah dan gaji umumnya, dan bahkan dengan bonus adalah bahwa
pembayaran upah atau bonus mungkin dapat mencegah timbulnya ketidakpuasan atau
niat untuk mencari pekerjaan lain, tetapi apabila tidak ada kaitannya dengan
prestasi kerja, maka sukar diharapkan untuk dapat sebagai motivator yang kuat.
2. Penguat
positif
Pendekatan yang sering diacu sebagi
penguat positif (positive reiforcement)
atau modifikasi melalui penciptaan lingkungan yang baik, dengan memuji prestasi
yang baik serta menghukum prestasi yang jelek yang menimbulkan hasil negatif.
3. Partisipasi
Partisipasi pada dasarnya tanggap
terhadap sejumlah motivator dasar. Partisipasi merupakan sarana untuk
mengetahui keberhasilan seseorang. Partisipasi juga menimbulkan perasaan
mencapai sesuatu dalam diri orang-orang. Dengan adanya partisipasi tidak
berarti para manajer melepas tanggung jawabnya. Meskipun mendorong adanya
keikutsertaan bawahan dalam hal-hal dimana mereka dapat membantu dan pada saat
yang sama menghendaki keputusan dari mereka, maka para manajer harus mengambil
keputusan itu sendiri. Bawahan yang terbaikpun tidak memiliki kekuasaan ini dan
hanya sedikit bawahan yang menghormati atasan yang tidak dapat menjadi
motivator yang baik.
4. Kendala
Kendala melahirkan motivasi kerja
positif, seperti iklim lingkungan yang tidak membangkitkan motivasi kerja agar
lebih baik, lebih adil, lebih lurus atau jujur serta bersungguh-sungguh, adalah
merupakan suatu tantangan besar bagi kita untuk memeranginya secara menyeluruh
dan terpadu karena menyangkut perombakan struktural dalam “revolusi sikap
mental”.
Motivasi Positif dan Negatif
Pegawai
yang jenuh, apalagi frustasi, jelas tidak memiliki motivasi dalam melaksanakan
tugasnya. Tidak ada motivasi berarti tidak memiliki sasaran tertentu dalam
pelaksanaan tugas-tugasnya.
Bagi
pekerja yang normal, motivasi secara otomatis akan timbul dari dirinya sendiri.
Namun, tidak demikian halnya bagi mereka yang jenuh atau frustasi. Mereka
membutuhkan bantuan dari pihak lain, yaitu semacam dorongan, atau sekedar
cukuo, dapat ditingkatkan.
Pemberian
motivasi, biasanya akan berhasil bila dilakukan oleh orang yang dekat dengan
yang bersangkutan. Namun, sebenarnya atasanlah orang pertama yang wajib
melakukannya.
Sebelum
seorang atasan memberikan motivasi kepada bawahannya, maka ada baiknya terlebih
dahulu mengetahui apa sebenarnya kebutuhan yang bersangkutan. Hal ini untuk
menentukan sarana motivasi yang akan diberikan sehingga upaya yang dilakukan
dapat benar-benar efektif.
D.
STRATEGI
MENINGKATKAN MOTIVASI KERJA
Para
ahli perilaku memusatkan perhatian pada sejumlah program yang memotivasi para
pekerja untuk memperbaiki kinerja mereka. Dua program yang telah dimanfaatkan
oleh beberapa manajer merupakan penyuburan pekerjaan dan menghubungkan
pembayaran kepada kinerja pekerjaan.
1. Job
Enrichment
Upaya memperbaiki efisiensi kerja maupun
kepuasan pegawai dengan cara memberi kesempatan lebih besar untuk pencapaian
dan pengakuan pribadi, pekerjaan yang lebih menantang dan bertanggung jawab,
serta lebih banyak memberi peluang untuk kemajuan dan pertumbuhan diri.
Kadang-kadang, hal itu hanya berkaitan dengan bentuk-bentuk tertentu seperti
pembayaran dan kondisi kerja, struktur organisasi, komunikasi dan pelatihan,
yang penting dan perlu meskipun hal ini mungkin merupakan hak mereka sendiri.[2]
Contoh. Volkswagen (VW)
di Wolfsburg, Jerman, menderita kerugian pada awal tahun 1980-an setelah
pertumbuhan dan laba berhenti pada tahun 1970-an.[3] VW
harus mengotomatisasikan dan menggunakan robot untuk dapar bersaing dalam dunia
perdagangan; mereka juga memutuskan menambah pekerjaan para pegawai pada ilmu
perakitan. Pengenalan pekerjaan, peningkatan tanggung jawab atas pekerjaan, dan
peningkatan otonomi kerja dibentuk ke dalam pekerjaan. Pendekatan motivasi ini
telag memberikan sumbangan bagi meningkatnya kesetiaan pegawai, menurunnya
absen, dan berkurangnya penggantian pegawai.
2. Menghubungkan
Imbalan dengan Kinerja Pekerjaan
Uang yang diterima oleh para pegawai
merupakan sebuah paket yang terdiri dari pembayaran gaji dan berbagai tunjangan
kesejahteraan, seperti asuransi kesehatan, pembayaran masa liburan, asuransi
jiwa, dan cuti karena sakit. Teori motivasi kepuasan maupun teori motivasi
proses menunjukkan bahwa uang dapat memberikan beberapa pengaruh atas upaya dan
keuletan.
Sejumlah studi penelitian menyarankan
kepada para manajer bahwa rencana imbalan, agar dapat memotivasi, harus
menciptakan kepercayaan bahwa kinerja yang baik akan mengarah pada tingkat
imbalan yang tinggi, memperkecil konsekuensi negatif dari kinerja yang baik,
dan menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga penghargaan yang diinginkan
selain dari imbalan dapat dihubungkan dengan kinerja yang baik. Temuan penelitian
menunjukkan bahwa banyak organisasi, meskipun mereka berusaha, tidak melakukan
pekerjaan dengan baik berkaitan dengan imbalan untuk kinerja dalam pekerjaan
manajerial atau nonmanajerial.
3. Jam
Kerja Fleksibel
Penelitian
atas waktu fleksibel menunjukkan bahwa waktu itu dapat menjadi motivasi di mana
absen dan terlambat masuk bekerja dapat dikurangi, demikian juga kepuasan kerja
diperbaiki. Walaupun terdapat kesulitan dalam mengkoordinasikan jadwal, waktu
fleksibel menyediakan bagi manajer sebuah metode untuk mengenali kebutuhan
pegawai yang berbeda dalam mengatur waktu mereka. Kemampuan memberi sarana yang
bukan kebutuhan kerja bagi pegawai merupakan pendekatan positif untuk motivasi
yang akan terus memberikan daya tarik bagi para manajer dan pegawai.
Ada
beberapa cara untuk menaikkan semangat dan kegairahan kerja dari karyawan, baik
bersifat material maupun nonmaterial tergantung pada motivasi dan kondisi
perusahaan serta tujuan yang ingin dicapai seperti:
1. Memperhatikan
kebutuhan rohani.
2. Gaji
karyawan yang cukup.
3. Menempatkan
karyawan pada posisi yang tepat.
4. Menciptakan
suasana yang santai.
5. Harga
diri perlu mendapat perhatian.
6. Memberikan
kesempatan untuk maju.
7. Perasaan
aman.
8. Karyawan
perlu diajak berunding.
9. Pemberian
insentif.
10. Fasilitas
yang menyenangkan.
BAB
III
PENUTUP
Motivasi, kadang-kadang istilah ini dipakai
silih berganti dengan istilah-istilah lainnya, seperti misalnya kebutuhan
(need), keinginan (want), atau dorongan (drive). Orang yang satu berbeda dengan
lainnya selain terletak pada kemampuannya untuk bekerja juga tergantung pada
keinginan mereka untuk bekerja atau tergantung pada motivasinya. Adapun
motivasi seseorang ini tergantung pada kekuatan dari motivasi itu sendiri.
Dorongan ini yang menyebabkan mengapa seseorang itu berusaha mencapai
tujuan-tujuan, baik sadar ataupun tidak sadar. Dorongan ini pula yang
menyebabkan seseorang itu berperilaku, yang dapat mengendalikan dan memelihara
kegiatan-kegiatan dan yang menetapkan arah umum yang harus ditempuh oleh
seseorang. Manajer yang berhasil mendorong atau memotivasi karyawannya karena
ia mampu menciptakan suatu lingkungan yang menjamin adanya suatu tujuan yang
tepat bagi pemenuhan kepuasan kebutuhan.
Motivasi
merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian
tujuan. Sedangkan elemen yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur
membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat
terus-menerus dan adanya tujuan.
[1] Izumu Nonaka, “Origin of Japanese Quality
Control,” Quality Control, Maret 1990,” hlm. 55-62
[2] Irving Janis, Victims of Groupthink (Boston:
Houghton Mifflin, 1982) hlm. 17-45
[3] Hellriegel dan lain-lain, hlm.109
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji dan Sri Suyati. Perilaku Keorganisasian. PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta,
1995.
Gibson, James L., dkk. Manajemen Edisi Kesembilan. Erlangga, Jakarta, 1997.
Greenberg, Jerald and Robert A. Baron. Behavior in Organizations. New Jersey. Pearson
Education, 2003
Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen. PT Bumi Aksara. Jakarta, 2001.
Heller, Robert. Motivating People. London. Dorling Kindersley Book, 1998.
Kreitner, Robert and Angelo Kinicki, Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill,
2010.
Robbins, Stephen P. Organizational Behavior. New Jersey. Pearson Education, 2003
Wibowo, Prof. Dr. SE., M. Phil. Manajemen Kinerja. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2012.
Wibowo, Prof. Dr. SE., M. Phil. Perilaku dalam Organisasi. PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2013.